Rabu, 17 Maret 2010
Cinta Salah Sambung?
Malam belum begitu larut, hujan yang mengguyur bumi sejak sore tadi belum juga reda. Di kamar yang bernuansa biru terlihat seorang gadis berbaring telentang di ranjangnya, memejamkan matanya dengan rileks.
Trrrt. Ponselnya bergetar. Sederet nomor asing yang tidak pernah diketahuinya muncul di layar ponsel. Ragu-ragu ia memencet tombol penerima.
“Halo?”
“Halo, Vin, please jangan matiin telponnya. Beri gue waktu buat ngejelasin semuanya, please Vin…”
Davina mengernyit, berusaha menebak suara sang penelepon. Ngejelasin? Ngejelasin apa? batin Davina. “Maaf ini siapa ya?” tanya Davina ragu-ragu.
“Vin, ni gue Dame. Mungkin kamu masih marah ma gue. Gue maklum. Gue nyesel ngebentak-bentak kamu tadi sore, sorry gue emosi banget. Gue gak suka kalo kamu jalan bareng Ari. Dan sikap kamu ke gue yang berubah akhir-akhir ini makin buat gue emosi berat. Kamu mau kan maafin gue?”
“Maaf salah sambung.” Semprot Davina.
“Gue tau kamu masih marah ma gue. Please besok setelah pulang sekolah temui gue di rumah makannya Pak Jo, disamping sekolahmu, gue mau ngejelasin semuanya. Please ya temui gue. Maaf ya udah ganggu kamu, good night.”
Klik.
Davina dibuat bingung oleh penelepon yang ngakunya bernama Dame itu.
Siapa Dame?
Bentak-bentak gue tadi sore?
Jalan bareng Ari?
Don’t know deh. Tadi siang Davina emang jalan, tapi bukan ma Ari. Dan emang sih tadi sore Davina dibentak-bentak, tapi ama kakaknya gara-gara ngotorin sepatunya.
Capek ah. Davina Malas menebak-nebak. Sekarang sudah saatnya tidur. Davina tidak ingin terlambat bangun.
Bel tanda pelajaran usai berbunyi. Davina membereskan buku-buku dan peralatan tulisnya. Ririn dan Meela menghampirinya.
“Yuk ah cabut.” Kata Ririn.
“Yuk…”
Mereka berjalan menyusuri koridor sekolah yang ramai. Tiba-tiba ponsel Davina bergetar. Buru-buru dia mengangkatnya.
“Halo?”
“Halo, Vin, gue udah di rumah makannya Pak Jo ni. Segera ya…”
Orang aneh itu lagi. “Rumah makan Pak Jo, disamping SMANROS?” tanya Davina.
“Ya iyalah. Kamu sekolah di SMANROS kan? Cepet ya..”
Klik.
“Nih orang aneh banget, masa’ tau kalo gue sekolah di SMANROS segala sih?” Davina ngedumel sendiri.
“Siapa?” tanya Meela penasaran.
“Gak tau, tapi dia ngakunya Dame. Dia minta ketemu di rumah makan Pak Jo. Gimana nih?” Davina meminta pendapat kedua sobatnya tersebut.
“Secret admirer ya, Dav?” Ririn terkikik sendiri. “Temuin aja, siapa tau dia orangnya keren, handsome, kan bisa dijadiin pacar tuh.”
“Mau nemenin gue?”
“Aduh sorry….gak bisa, udah janji ama Mama mau pulang cepat. Sebenarnya gue pengin banget ketemu ama secret admirer loe itu.” Ririn terlihat menyesal.
“Ihhh…rese loe Rin. Dia tuh bukan secret admirer gue. Kalo loe, Meel?” tatapannya beralih ke Meela.
“Juga. Bentar lagi Galuh mau jemput gue. Sorry ya?” Meela ngerasa gak enak ma Davina.
“Sendirian donk.”
“Kan biar lebih romantis.” Kata Ririn asal-asalan. Yang disambut jitakan dari Davina.
“Apa-apaan sih Rin.” Semprot Davina.
“Peace….”
Ketiganya terbahak-bahak.
Rumah makan Pak Jo……
Davina celingak-celinguk, mencari sosok Dame. Oh iya gue kan gak tau yang namanya Dame itu kayak apa, pikir Davina. Davina menghampiri Pak Jo, pemilik rumah makan tersebut.
“Eh neng Davin, mau pesan apa neng?” tanya Pak Jo, setelah Davina berdiri disampingnya.
“Biasa Pak. Oh ya Pak, tau yang namanya Dame gak?” Davina berkata pelan, takut yang dimaksud dengar.
“Dame? Oh yang neng Davin maksud itu yang duduk disana?” Pak Jo menunjuk ke sudut ruangan.
“Yang di sudut ruangan itu Pak?” tanya Davina. Sambil mengamati cowok tersebut. Bukan anak SMANROS, kelihatan seperti anak kuliahan.
“Iya neng. Emang ada apa toh neng?” tanya Pak Jo penasaran.
“Gak pa-pa kok Pak. Oh ya nanti pesanannya diantar ya Pak. Yuk mari Pak…” Davina meninggalkan Pak Jo, dan menghampiri Dame.
Davina duduk di hadapan Dame, lalu berkata, “Dame ya?”
Yang ditanya malah mengernyit. Lalu menjawab dengan ragu-ragu. “Iya. Kamu siapa?”
“Yang barusan kamu telepon.” Davina menjelaskan.
“Maaf aku aja gak tau siapa kamu. Ngapain aku telepon-telepon kamu.” Kata Dame. Menatap Davina dengan seksama, berharap pernah melihatnya. Tapi nihil.
“Harusnya aku yang tanya itu ke kamu. Tadi malam tiba-tiba kamu telepon aku, terus minta maaf ke aku. Kemudian minta ketemu disini.” Davina mulai kesal dengan cowok di hadapannya ini. Apa sih maunya?
Dame terlihat sedang berpikir. Mencerna apa yang dikatakan Davina barusan.
Davina gemes banget ama Dame. Masih gak percaya juga tuh orang. Davina mengambil ponselnya, lalu memencet beberapa nomor. Di hadapannya, Dame sedang mengambil sesuatu di sakunya. Ternyata ponselnya bergetar. Lalu memencet tombol penerima.
“Masih gak percaya?” Davina memelototinya.
“Iya aku percaya.” Jawab Dame.
Klik.
“Jadi, aku bukan orang yang kamu maksud.” Kata Davina kalem.
“Sorry ya..” Dame tampak menyesal.
“Never mind.”
Pesanan Davina pun datang, pembicaraan terhenti. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing.
“Oh iya, kenalin namaku Damian, panggil aja aku Dame.” Kata Dame, tak ingin berlarut-larut dalam kesunyian.
“Davina, panggil Davin aja.” meminum Orange Juicenya. “Oh ya, sebenarnya tadi malam kamu mau nelepon siapa?” Davina teringat ketika Dame meneleponnya tadi malam Dame memanggilnya Vin. “Terus kok bisanya nyasar ke aku?”
“Oh itu, sebenarnya aku mau nelepon Vina. Nomornya baru dan aku belum terlalu hafal. Soal tadi malam sorry banget ya? Aku udah ganggu kamu.” Dame merasa bersalah banget.
“Udahlah gak pa-pa. Tau gak, pas aku ceriatain ke sobatku, katanya kamu tuh secret admirerku.” Davina tertawa renyah. “Gak mungkin banget ya?”
“Ya mungkin aja lah, Dav.”
Davina tertawa mendengar jawaban Dame. “Vina yang kamu maksud ini Vina Pratiwi, Dame?” Davina kembali ke topik awal.
Dame mengangguk pelan.
Keduanya terlihat semakin akrab. Merekapun ngobrol tentang berbagai hal, mulai hubungan Dame dengan Vina, sekolah Davina, kuliah Dame di Jogja, dan berbagai hal lainnya. Sampai-sampai mereka gak nyadar kalo sore udah menjelang.
Dua hari kemudian di rumah makan Pak Jo…..
“Sorry ya Dame, baru sekarang aku baru bisa mengajak Vina ketemu ama kamu.” Kata Davina sambil menghela napas.
“Never mind. By the way mana Vinanya?” tanya Dame, air mukannya terlihat berseri-seri.
“Bentar lagi juga datang.” Kata Davina singkat.
Davina tidak tau harus melakukan apa. Perasaanya tak menentu. Keheningan merayap…
Tiba-tiba sebuah suara memecah kesunyian yang berlarut-larut.
“Ehem.. maaf ya gue datang terlambat.” Vina duduk di sebelah Davina. “Loe ngundang Dame juga, Dav?” tanyanya penuh selidik. Dame tampak sangat gembira melihat kedatangan Vina.
“Yah…begitulah.” Kata Davina dengan air muka yang tidak dapat ditebak. Ada perasaan aneh yang perlahan-lahan memenuhi dadanya, dan hatinya terasa sakit. Davina menelan ludah dengan susah payah. “Tugasku sudah selesai, aku harus segera pamit, masih ada banyak urusan.” Terang Davina, tersenyum dengan susah payah. Segera beranjak dari duduknya, dan meninggalkan mereka berdua. Sebelum mencapai pintu keluar, Davina menoleh ke Dame dan Vina yang terlihat udah baikkan, dan terlibat perbincangan yang seru. Dadanya sesak melihat itu semua. Ia melanjutkan langkahnya, dengan deraian air mata.
Malamnya di rumah Davina….
“Salah gak sih kalo gue suka ama seseorang?” tanya Davina tiba-tiba. Ririn dan Meela menatapnya heran.
“Emangnya loe suka ama siapa?” tanya Meela penasaran, soalnya Davina gak pernah sepeti ini.
“Gue tau, pasti loe suka ama secret admirer loe itu kan? Yang loe temuin di rumah makannya Pak Jo beberapa waktu lalu itu?” kata Ririn histeris.
Davina mengangguk perlahan.
“Wah… seratus buat Ririn!” kata Ririn bangga.
“Terus apa masalah loe. Dav?” Meela kembali ke topik semula.
“Dia udah punya cewek.” Kata Davina lirih, hampir tidak terdengar Meela dan Ririn.
“Nah itu yang salah. Loe suka ke dia di saat yang salah, di saat dia udah punya cewek, Dav.” Terang Meela.
“Gue tau.” Davina pasrah. Tiba-tiba Davina berseru dengan semangat 45, “Mulai sekarang gue mau ngelupain dia.”
“Tenang aja Dav, cowok kan bukan dia doank. Apa loe mau gue kenalin ke sepupu gue yang cakep itu?” celoteh Ririn.
“Arya maksud loe? Ihh….ogah banget. Dia kan playboy kelas kakap, masa’ loe mau masukin gue ke mulut buaya sih?” omel Davina. Davina bisa melupakan masalahnya bila bersama dengan kedua sobatnya, Ririn dan Meela.
“Iya Dav, jangan mau!” bela Meela.
“Iya juga sih… Arya itu playboy.” Ririn manggut-manggut. “Udah ah lupain. Gue ada ide. Gimana kalo kita keluar cari angin?” Ririn menatap bergantian ke kedua sobatnya tersebut.
“Ngapain cari angin, mending cari nasi goreng aja.” Kata Davina cepat.
“Good idea.”
“Let’s go….”
Di suatu malam……
“Dame? Ngapain kamu disini?” Davina kaget ketika mengetahui siapa yang bertamu malam-malam gini. Mereka udah lama gak ketemu.
“Maaf ya udah ganggu kamu.”
“Never mind.” Davina tersenyum, lalu duduk di kursi yang satunya. Ngapain Dame datang malam-malam gini? Harusnya Dame kan di Jogja. Soal Vina lagi? Oh my God, gue gak sanggup.
Untuk beberapa detik gak ada yang bicara. Hingga akhirnya Davina berkata, “Ada masalah lagi dengan Vina?”
“Nothing. Kami kan udah putus.” Jawab Dame kalem.
“Putus?” Davina terkejut dengan apa yang barusan didengarnya, namun hatinya sedikit lega.
“Sorry aku belum cerita ke kamu, kamu sendiri sih susah dihubungin.” Dame membela diri.
“Oh…eh..aku sibuk akhir-akhir ini.” Kata Davina, tergagap.
“Oh gitu..”
“Terus kamu disini mau ngapain?”
“Kamu gak suka ya kalo aku datang?” tanyanya, mendengar nada bicara Davina yang ketus.
“Ya….gak gitu, ini kan udah malam Dame. Apa gak bisa besok aja?” Davina beralasan.
“Gak bisa, aku takut semuanya akan terlambat.” Ada kegugupan disuaranya.
“Terlambat? Ada apa sih?” Davina jadi penasaran.
“Dav, aku sedang fall in love ne?” katanya terang-terangan.
‘Aduh……gue gak sanggup beneran. Kenapa kalo hal-hal yang sensitif gini curhatnya ke gue? Dame….please jangan buat gue broken heart lagi. Please jangan cerita ini di depan gue.’
Dame mengamati Davina yang diam saja dan terlihat pucat. “Dav, kamu gak pa-pa?” tanyanya khawatir.
“Eh..gak pa-pa kok.”
“Enaknya gimana, Dav?”
“Emmm….ya nyatakan langsung aja.” Katanya, berusaha bersikap wajar.
‘Kenapa harus gue sih?’ batin Davina. Hatinya bagai tersayat oleh pisau berkarat.
“Oh…gitu ya. Terus kira-kira dia mau terima aku gak ya?” Dame masih saja bertanya.
“Ya mana aku tau, Dame?” jawab Davina, sebel.
“Masa’ gak tau sih?” tanyanya menggoda.
“Dame, kamu tuh aneh. Ya mana aku tau. Itu kan urusannya dengan hati, jadi gak bisa ditebak-tebak.” Davina sewot abiz.
“Aku tau. Tapi hati yang dimaksud itu punya seseorang yang ada di sampingku, sekarang. Jadi?” kata Dame takut-takut.
Deg.
Esoknya di rumah makan Pak Jo…
“Ngapain sih Dav kita di sini? Gak asyik tau, mana dari tadi cuma pesan minum doank, kapan pesan makanannya?” tanya Ririn sewot.
“Bentar lagi ah. Tunggu dia dulu.” Jawab Davina kalem.
Meela diam saja, sambil meminum OJnya.
“Sorry, dah lama nunggu ya?” tanya Dame yang baru datang, dan duduk di samping Davina.
Davina memperkenalkan Dame kepada kedua temannya.
“Oh jadi ini secret admirer loe?” tanya Ririn tiba-tiba.
Davina tersenyum mendengar ucapan Ririn. “He isn’t my secret admirer, but my sweetheart.”
Meela terkejut mendengar penuturan Davina barusan, tapi Davina segera meyakinkannya dengan tatapan mautnya. Meela tersenyum melihatnya.
“Jadi….cinta tumbuh karena salah sambung ne?” Meela menggoda.
Semuanya tertawa.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar